Hukum Ibadah Qurban yang Khatib di Kutip dari Kitab Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqhul Islam Waadillatuh Jilid 4


Para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum berkurban. Abu Hanifah dan para sahabatnya berkata “berkurban hukumnya wajib satu kali setiap tahun bagi seluruh orang yang menetap di negerinya”. Adapaun menurut mazhab-mazhab selain Hanafiah hokum berkurban adalah sunnah muakkad, bukan wajib, serta makruh meninggalkannya bagi seorang yang mampu melakukannya. Menurut pendapat yang popular dalam mazhab maliki, hokum seperti ini berlaku bagi orang yang tidak sedang menunaikan ibadah haji yang pada saat tengah berada di mina.
Selanjutnya menurut mereka sangat dianjurkan bagi orang yang mampu untuk mengeluarkan kurban bagi setiap anggota keluarganya, meskipun jika orang itu hanya berkurban sendirian lantas meniatkannya sebagai perwakilan dari seluruh anggota keluarganya, atau orang-orang yang dalam tanggungannya, maka kurban yang bersangkutan tetap dipandang sah.
Sementara itu menurut mazhab Syafi’I hokum berkurban adalah sunnah ‘ain bagi setiap orang satu kali seumur hidup, dan sunnah kifayah (setiap tahun) bagi setiap keluarga yang berjumlah lebih dari satu. Dalam arti apabila salah seorang dari anggota keluarga tadi telah menunaikannya, maka dipandang sudah mewakili seluruh keluarga.
Adapun argumentasi yang dikemukakan mazhab Hanafi yang mewajibkan kurban adalah sabda Rasulullah SAW:

Artinya: siapa yang dalam kondisi mampu lalu tidak berkurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami (HR Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu hurairah)

Menurut mereka ancaman yang seperti ini tidak akan diucapkan nabi SAW terhadap orang yang meninggalkan suatu perbuatan yang tidak wajib. Disamping itu berkurban adalah suatu bentuk ibadah yang ditentukan waktunya secara khusus, yaitu yang disebut dengan “hari kurban”. Penisbatannya pada hari tertentu seperti itu mengindikasikan kewajiban hokum melaksanakannya. Sebab penisbatan tersebut berarti pengkhsusan adanya penyembelihan hewan pada hari itu. Padahal hanya status wajib sajalah yang bisa memaksa masyarakat secara umum untuk mewujudkan kurban pada hari itu.
Adapun jumhur ulama menetapkan sunnah hukumnya berkurban bagi setiap orang yang mampu didasarkan pada beberapa hadis yaitu:
1.     Hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah r.a. bahwa rasulullah saw pernah bersabda,


Jika kalian telah melihat hilal tanda masuknya bulan dzulhijjah lalu salah seorang kalian ingin berkurban, maka hendaklah ia tidak memotong rambut dan kukunya (hingga dating hari berkurban). (Diriwayatkan oleh pra penyusun kitab hadis kecuali Bukhari)
Jumhur ulama menyatakan bahwa pada hadis ini tidakan berkurban dikaitkan dengan keinginan. Sementara itu pengaitan sesuatu dengan keinginan menunjukkan ketidakwajiban.
2.     Hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas yang berkata saya mendengar Rasulullah saw bersabda,


Ada tiga hal yang bagi saya hukumnya adalah fardhu sementara bagi kalian sunnah, yaitu shalat witir, berkurban, dan mengerjakan shalat dhuha. (HR Ahmad dalam musnadnya, Al-hakim dalam al-Mustadrak, ad-daruquthni. Namun dalam rangkaian sanadnya terdapat satu rawi yang  dhaif dan dhaif dinilai oleh an-Nasai dan ad-Daruquthni.
Selain itu Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan sabda rasulullah saw sebagai berikut:

Saya diperintahkan untuk berkurban, sementara bagi kalian hukumnya adalah sunnah.
Para ulama hadis juga memandang  lemah hadis yang dijadikan dalil oleh Abu hanifah.
Lebih lanjut diriwayatkan oleh baihaqi dan lainnya dengan sanad yang hasan dalam sebuah atsar sahabat juga disebutkan bahwa Abu Bakar dan umar tidak melakukan kurban, karena khawatir orang-orang akan memandangnya sebagai perbuatan yang wajib. Padahal hokum dasarnya adalah tidak wajib.
Adapun dalail mazhab Syafi’I yang menyatakan bahwa hokum berkurban sunnah kifayah bagi setiap keluarga adalah hadis yang diriwayatkan oleh miknaf bin sulaim yang berkata, “suatu ketika kami (para sahabat) melaksanakan wukuf bersama rasulullah saw. Saya lantas mendengar beliau bersabda: “wahai manusia, wajib bagi setiap satu keluarga berkurban setiap tahunnya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi yang berkata kualitas hadis ini hasan gharib)
Disamping itu para sahabat juga telah melaksanakan kurban pada masa nabi saw (meskipun tidak seluruh mereka melakukannya) sehingga rasulullah saw pasti mengetahui kondisi tersebut, namun tidak membantahnya. Lebih lanjut Rasulullah saw juga selalu berkurban  dengan dua ekor kambing yang gemuk, bertanduk dua, dan berpenampilan elok; salah satunya diperuntukkan sebagai perwakilan dari seluruh umat sedangkan yang satu lagi sebagai penunaian kewajiban beliau dan seluruh keluarganya. (HR Ibnu Majah dari Aisyah r.a. dan Abu hurairah r.a.
Sementara dalil mazhab Syafi’I dalam menyatakan berkurban hukumnya sunnah ‘ain bagi setiap orang satu kali seumur hidup adalah dikerenakan suatu perintah sesungguhnya tidak wajib dijalankan lebih dari sekali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya